Jika kita ingat
ketupat, pasti akan teringat nuansa lebaran ketika berkumpul dengan
sanak saudara, teman, tetangga, dan kerabat. Indonesia sebagai negara
dengan mayoritas penduduk muslim menjadikan hari raya lebaran sebagai
momen penting untuk bercengkrama dan bersilaturahmi dengan orang
terdekat. Oleh sebab itu, cara membuat ketupat di rumah menjadi salah
satu hal yang harus dilakukan. Bahkan hanya di Indonesia, momen mudik
ketika lebaran menjadi kewajiban dan semacam tradisi serta kebiasaan
yang telah mendarah daging secara turun-temurun. Orang-orang yang
tinggal jauh meninggalkan kota kelahirannya dan sengaja mempersiapkan
diri untuk pulang kampung dan menyambut hari lebaran bersama keluarga.
Ketupat merupakan makanan yang wajib ada ketika menyambut datangnya hari lebaran. Biasanya, sanak keluarga atau tetangga sengaja berkumpul untuk membuat kulit ketupat dan mengisinya dengan beras bersama-sama. Hal ini biasa dilakukan dua hari atau semalam sebelum perayaan Idul Fitri. Melihat kebersamaan ini, tentu terdapat banyak hal baik yang bisa kita ambil sebagai makna hari raya.
Ketupat memang identik dengan perayaan hari lebaran yang dilaksanakan oleh umat muslim selepas berpuasa selama satu bulan penuh. Tanpa adanya ketupat, perayaan lebaran jadi terasa kurang lengkap. Maka dari itu, perayaan lebaran dengan ketupat dimaknai dengan arti yang lebih.
Perjalanan Ketupat
Ketupat yang kita kenal saat ini sangat banyak dengan bervariasi cara pembuatan dan rasa, bahkan namanya. Kekhasan tiap daerah di Nusantara menambah keunikan penyajian ketupat. Jika di Sumatra Barat terdapat ketupat sayur dengan bahan santan dan terasa pedas, maka di daerah Jawa Barat terdapat kupat tahu yang menggunakan bumbu saus kacang dalam penyajiannya. Rasa keduanya sama-sama unik, memiliki penggemar tersendiri, dan tentu saja menggugah selera.
Jika menilik sejarah perjalan ketupat di Indonesia, pada awalnya ketupat lahir ketika agama Islam mulai masuk ke Nusantara. Untuk melakukan penyebaran agama Islam di Nusantara, salah satu walisongo yaitu Raden Mas Sahid yang biasa disebut dengan Sunan Kalijaga, memperkenalkan tradisi ketupat secara Islam pada masyarakat yang sebelumnya juga sudah mendirikan tradisi ketupat, sebagai bentuk dari akulturasi budaya.
Ketika itu, masih banyak bangsa Indonesia yang menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Termasuk berbagai kepercayaan mengenai dewa-dewi yang tidak dapat dihilangkan begitu saja. Maka dari itu, Sunan Kalijaga memperkenalkan bakda lebaran dan bakda kupat terhadap masyarakat.
Bakda kupat dilaksanakan seminggu setelah umat Islam melaksanakan puasa sunah di bulan syawal. Baru setelah itu, perayaan diadakan dengan ketupat sebagaimana ketika menyambut lebaran, bahkan ada juga yang menyebutnya dengan lebaran kecil.
Filosofi dan Makna Ketupat
Ketupat atau kupat merupakan makanan pengganti nasi yang terbuat dari beras. Beras tersebut dibungkus dalam anyaman daun kelapa muda yang biasa disebut dengan janur dan menggunakan keterampilan tertentu.
Meskipun pengganti nasi, ketupat bukanlah makanan utama yang dapat disajikan seperti nasi. Dalam pembuatan kulit ketupat diperlukan seni, kesabaran, dan keahlian khusus, agar dapat selesai dengan cepat dan hasil yang baik. Begitu pula untuk menjaga kepadatan dan dapat bertahan lama, ketupat perlu dimasak dengan penuh perhatian dan teknik yang baik dalam pembuatannya.
Ketupat memiliki berbagai makna dan filosofi, hal ini sesuai dengan makna-makna yang diajarkan oleh Sunan Kalijaga. Dalam bahasa Jawa ketupat disebut juga dengan kupat, kependekan dari ngaku lepat yaitu mengaku salah. Hal ini sejalan dengan budaya lebaran yang merupakan momen untuk saling bermaaf-maafan dan mengakui kesalahan dengan niat tulus, sehingga silaturahmi dapat terus dilaksanakan dengan baik.
Dilihat dari rupa anyaman kulitnya yang rumit dan saling tumpang tindih, ketupat melambangkan perjalanan manusia yang akan selalu diselingi kerumitan dan masalah, sehingga memungkinkan di dalamnya terjadi kesalahan-kesalahan yang terlihat ataupun tidak, disadari ataupun tidak.
Selain itu, tali yang tidak terputus dan bereratan satu sama lain tersebut menggambarkan pentingnya jalinan tali silaturahmi dalam kehidupan, agar nurani (janur) tidak mudah rusak, baik jalinan silaturahmi dengan keluarga, sanak saudara, orang-orang terdekat, dan juga orang yang berbeda status sosial dengan kita tanpa membedakan satu sama lain.
Daun kelapa muda yang digunakan untuk membungkus ketupat atau disebut juga dengan janur merupakan kependekan dari kata jatining nur yang berarti hati nurani. Selain itu, bahan ketupat yang terbuat dari beras merupakan perlambang kebutuhan hawa nafsu manusia, karena beras digunakan untuk mengisi perut.
Ketupat dan janur tersebut dapat difilosofikan sebagai hawa nafsu manusia yang terbungkus oleh hati nurani. Dalam hal ini terdapat pengendalian sifat manusia yang harusnya bisa selalu dimaafkan dan termaafkan karena masih adanya kontrol berupa hati nurani tersebut.
Jika melihat bentuknya, ketupat berbentuk persegi dengan empat sudut. Empat sudut itu sebagai perlambang dari arah mata angin yang menunjuk utara, selatan, timur, dan barat. Ke empat penjuru tersebut seolah-olah mengingatkan kepada kita bahwa di mana pun kita berada harus selalu mengingat arah. Maksudnya, arah yang bisa menunjukkan kita pada jalan kebenaran. Tuhan sesungguhnya ada di mana pun kita berada, pada setiap arah, sehingga kita pada dasarnya tidak akan pernah tersesat jika selalu menunjuk dan mengarah pada kiblat, dengan cara mendirikan solat.
Ketupat yang kemudian dibelah dan terlihat warna putih beras yang terdapat di dalamnya menjadi perlambang suci dan bersihnya hati manusia setelah saling memaafkan dan mengakui kesalahan dengan tulus. Terakhir, ketupat yang sempurna bentuknya, baik isi maupun jalinan janurnya, menjadi perlambang kesempurnaan manusia setelah menjalankan sebulan penuh puasa Ramadan ditambah dengan lambang bahwa manusia tersebut telah kembali dalam kesempurnaan fitrah bulan ramadan.
Tradisi ketupat yang diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga dengan berbagai filosofinya merupakan sebuah pelajaran berharga mengenai nilai-nilai kehidupan, terutama dalam menumbuhkan nilai-nilai Islam dan sosial. Nilai-nilai tersebut yaitu dengan menjalin silaturahmi melalui sifat saling berbagi tanpa melihat perbedaan sosial, hingga tercipta hubungan kemasyarakatan yang harmonis.
Ketupat Simbol Hidangan Kemenangan
Lebaran merupakan hari kemenangan bagi umat muslim di dunia setelah menjalankan ibadah puasa selama 1 bulan. Perayaan lebaran dilaksanakan pada 1 Syawal. Namun sebelum itu umat Islam wajib menjalankan ibadah puasa selama satu tiga puluh hari di bulan Ramadhan. Puasa berarti mengekang hawa nafsu untuk makan, minum dan berhubungan suami istri selama subuh sampai matahari terbenam atau magrib. Selain itu selama bulan Ramadhan diwajibkan umat Islam memperbanyak amalan ibadah.
Ketupat biasanya dihidangkan dengan sajian opor ayam yang semakin menambah citarasa lezat. Bagaimana tidak, setelah menahan lapar atau berpuasa selama 1 bulan, ketupat ibarat hidangan pamungkas atau hidangan kemenangan umat Islam. Lebaran tanpa hidangan ketupat akan terasa hambar. Istilahnya, bagai sayur tanpa garam.
Ketupat di Masyarakat Jawa
Salah satu masyarakat yang sangat mengenal ketupat adalah masyarakat Jawa. Masyarakat Jawa menyebut ketupat dengan nama "kupat". Ketupat merupakan salah satu jenis makanan yang terbuat dari beras dan dimasukkan ke dalam anyaman pucuk daun kelapa atau janur. Pucuk daun kelapa itu dianyam hingga berbentuk kantong.
Setelah dimasukkan ke dalam kantong, ketupat ditanak dan disajikan sebagai makanan pengganti nasi. Ketupat memiliki filosofi dan asal usul tentang budaya Timur, Indonesia. Sebagai karya budaya, ketupat berhubungan dengan sebuah karya yang menghasilkan bentuk beraneka ragam.
Filosofi Ketupat bagi Masyarakat Jawa
Selain sebagai sebuah karya, ketupat merupakan simbol yang memiliki makna dan pesan mengenai kebaikan. Berikut ini merupakan pesan atau filosofi ketupat bagi masyarakat Jawa.
1. Simbol Nafsu Dunia
Ketupat merupakan makanan yang terbuat dari beras dibungkus pucuk daun kelapa atau janur. Beras dianggap sebagai simbol nafsu dunia, sedangkan janur melambangkan hati nurani. Dengan demikian, ketupat memiliki makna nafsu dunia yang bisa ditutupi oleh hati nurani. Secara singkat, boleh dikatakan bahwa setiap manusia harus mampu mengendalikan diri, menutup nafsu dunia dengan hati nurani.
2. Mengakui Kesalahan
Menurut masyarakat Jawa, kupat berarti engaku lepati atau mengakui kesalahan. Mengakui kesalahan merupakan sebuah tindakan yang lazim dilakukan ketika lebaran atau 1 Syawal. Hal itu diimplentasikan dengan meminta maaf serta memaafkan kesalahan-kesalahan orang, seperti keluarga, teman-teman, dan tetangga.
3. Laku Papat
Ketupat sangat berkaitan erat dengan lebaran yang diadakan setiap 1 Syawal. Kupat dalam hal ini dapat diartikan sebagai empat tindakan atau elaku papati. Empat tindakan atau laku papat ini, meliputi lebaran, luberan, leburan, dan laburan. Lebaran berasal dari kata lebar yang berarti 'selesai'. Ini berarti bahwa 1 Syawal merupakan selesainya waktu puasa sehingga disebut lebaran.
Luberan berarti 'melimpah' bagaikan air dalam tempayan yang isinya melimpah. Hal ini merupakan simbol untuk bersedekah atau membagikan sebagian harta kepada fakir miskin dengan ikhlas. Leburan berarti 'habis' sehingga semua kesalahan atau dosa melebur dan lepas dengan saling memaafkan. Labur atau kapur merupakan bahan yang berguna untuk memutihkan dinding. Kapur merupakan simbol agar manusia selalu menjaga dan memelihara kebersihan diri lahir dan batin.
Jadi, setelah melaksanakan empat tindakan tersebut, manusia diharapkan selalu menjaga sikap serta tindakan yang baik dan tidak menyimpang dari anjuran agama. Perilaku baik dapat mencerminkan pribadi yang baik pula. Manusia juga dianjurkan untuk menjaga silaturahmi dengan bersedekah dan memaafkan kesalahan orang lain serta mau meminta maaf atas kesalahan.
Ketupat dari bingkai kuliner
Terlepas dari symbologi ketupat sebagai budaya Jawa. Mari kita mengula sejenak tentang ketupat dari bingkai kuliner. Karena bagaimana pun ketupat secara fungsional merupakan olahan makanan yang terbuat dari beras dan menjadi makanan utama masyarakat Indonesia.
Ternyata di Indonesia banyak sekali ragam masakan yang memerlukan ketupat sebagai pelengkapnya. Misalnya Tahu kupat kuliner khas Magelang, ketoprak makanan khas Betawi juga memakai ketupat, kupat Banjar dan lain sebagainya. Ini membuktikan bahwa orang Indonesia sangat tergantung dengan beras. Kupat merupakan bukti bahwa masyarakat Indonesia memiliki daya kreatifitas tinggi dalam menakar dan mengolah beras dalam berbagai varian.
Makna Filosofis Ketupat Lebaran
Ketupat lebaran memiliki makna filosofis. Dilihat dari segi anyaman, ketupat merupakan sebuah jalan hidup manusia yang penuh dengan permasalahan, penuh dengan liku-liku. Teksturnya bergelombang. Seperti halnya pola anyaman ketupat yang berseliweran satu sama lain, lapisan daun berselang-seling, terkadang lapisan daun berada di atas terkadang di bawah.
Begitupun dengan hidup manusia yang kadang berada dalam keadaan serba berkecukupan (di atas) terkadang kekurangan (di bawah). Juga bentuknya bergelombang pun memiliki makna bahwa kehidupan manusia selalu tidak berjalan mulus, yang artinya dapat pula terjerembab ke dalam sebuah kesalahan, dosa. Manusia sebagai makhluk yang senantiasa berada dalam kondisi lupa, dapat pula terjerat hal-hal yang mebgakibatkan penderitaan bagi dirinya. Namun, jika manusia dapat melaluinya dengan tekun, sabar, dan selalu mengingat Tuhan, maka akan memperoleh hasil yang baik dan indah sebagaimana bentuk ketupat ketika telah selesai dianyam.
Dari segi pilihan daun, yakni daun kelapa muda terdapat filosofis yang mendalam. Daun kelapa muda dipilih karena mudah dibentuk, masih lentur, dan memiliki kondisi yang masih baik untuk dijadikan pembungkus. Begitupun dengan manusia yang dapat dibentuk, diarahkan, dididik agar hidupnya selalu indah.
Selain itu, kekuatan manusia sebagai makhluk yang berakal memungkinkannya dapat memilah dan menentukan jalan yang baik bagi hidupnya, jalan yang lurus, yang sesuai dengan ajaran agama, yang diridoi Tuhan.
Pohon kelapa dipilih karena pohon kelapa merupakan pohon yang suci dan penuh daya guna. Dikatakan suci karena pohonnya begitu tinggi, berbatang lurus, dan memiliki buah yang airnya murni. Air buah kelapa terasa manis, namun bukan manis karena buatan. Manis pada air yang terkandung dalam buah kelapa adalah manis alami. Itulah sebabnya daun pohon kelapa dijadikan sebagai bahan utama dalam pembuatan ketupat lebaran. Hal tersebut merupakan lambang atas kesucian hati manusia ketika Idul Fitri.
Jika ketupat dibelah, terlihat warnanya yang putih yang melambangkan kembalinya manusia menjadi fitri, suci. Putih memang identik dengan suci, itulah sebabnya ketupat lebaran menjadi semacam “keharusan” selalu ada dalam hidangan Idul Fitri.
Bentuknya yang penuh, berisi, padat, dan indah melambangkan bahwa seorang muslim yang telah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa disertai berbagai ibadah lainnya akan memperoleh keindahan. Keindahan tersebut berupa keikhlasan hati dan keimanan yang terpelihara.
Dalam menjalan ibadah puasa, seorang muslim pun melakukan ibadah lainnya seperti zakat, sedekah, tadarus Al-Quran, tarawih, dan menjaga diri dari hal-hal yang membatalkan puasa. Hal tersebut merupakan lambang dari bentuk ketupat yang padat dan berisi. Sementara keindahan terproyeksikan dari sikap dan tutur kata seorang muslim.
Ketupat lebaran tak hanya sebagai makanan khas Idul Fitri semata. Lebih dari sekadar makanan khas, ketupat ini dapat menjadi lambang dari ketakwaan dan keimanan seorang muslim terhadap Tuhannya, Allah SWT. Ketupat lebaran merupakan sebuah tradisi budaya leluhur yang harus dimaknai dari segi filosofis, bukan sekadar diwariskan secara turun temurun sebagai sebuah kekayaan kuliner semata.
Ketupat merupakan makanan yang wajib ada ketika menyambut datangnya hari lebaran. Biasanya, sanak keluarga atau tetangga sengaja berkumpul untuk membuat kulit ketupat dan mengisinya dengan beras bersama-sama. Hal ini biasa dilakukan dua hari atau semalam sebelum perayaan Idul Fitri. Melihat kebersamaan ini, tentu terdapat banyak hal baik yang bisa kita ambil sebagai makna hari raya.
Ketupat memang identik dengan perayaan hari lebaran yang dilaksanakan oleh umat muslim selepas berpuasa selama satu bulan penuh. Tanpa adanya ketupat, perayaan lebaran jadi terasa kurang lengkap. Maka dari itu, perayaan lebaran dengan ketupat dimaknai dengan arti yang lebih.
Fungsi
dari lebaran bukan hanya sekadar menjalin kebersamaan, tapi juga
bersilaturahmi dan berbagi kebahagiaan. Bagi yang mungkin tidak mampu
atau tidak sempat mempersiapkan ketupat, dengan rasa saling berbagi
itulah maka mereka juga bisa ikut menikmati ketupat di hari raya.
Saat ini, sudah banyak usaha penawaran jasa yang menyediakan ketupat untuk hari raya dalam jumlah kecil ataupun besar. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah orang-orang yang mungkin tidak punya banyak waktu untuk membuat atau belum mahir dalam cara membuat ketupat.
Saat ini, sudah banyak usaha penawaran jasa yang menyediakan ketupat untuk hari raya dalam jumlah kecil ataupun besar. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah orang-orang yang mungkin tidak punya banyak waktu untuk membuat atau belum mahir dalam cara membuat ketupat.
Perjalanan Ketupat
Ketupat yang kita kenal saat ini sangat banyak dengan bervariasi cara pembuatan dan rasa, bahkan namanya. Kekhasan tiap daerah di Nusantara menambah keunikan penyajian ketupat. Jika di Sumatra Barat terdapat ketupat sayur dengan bahan santan dan terasa pedas, maka di daerah Jawa Barat terdapat kupat tahu yang menggunakan bumbu saus kacang dalam penyajiannya. Rasa keduanya sama-sama unik, memiliki penggemar tersendiri, dan tentu saja menggugah selera.
Jika menilik sejarah perjalan ketupat di Indonesia, pada awalnya ketupat lahir ketika agama Islam mulai masuk ke Nusantara. Untuk melakukan penyebaran agama Islam di Nusantara, salah satu walisongo yaitu Raden Mas Sahid yang biasa disebut dengan Sunan Kalijaga, memperkenalkan tradisi ketupat secara Islam pada masyarakat yang sebelumnya juga sudah mendirikan tradisi ketupat, sebagai bentuk dari akulturasi budaya.
Ketika itu, masih banyak bangsa Indonesia yang menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Termasuk berbagai kepercayaan mengenai dewa-dewi yang tidak dapat dihilangkan begitu saja. Maka dari itu, Sunan Kalijaga memperkenalkan bakda lebaran dan bakda kupat terhadap masyarakat.
Bakda kupat dilaksanakan seminggu setelah umat Islam melaksanakan puasa sunah di bulan syawal. Baru setelah itu, perayaan diadakan dengan ketupat sebagaimana ketika menyambut lebaran, bahkan ada juga yang menyebutnya dengan lebaran kecil.
Filosofi dan Makna Ketupat
Ketupat atau kupat merupakan makanan pengganti nasi yang terbuat dari beras. Beras tersebut dibungkus dalam anyaman daun kelapa muda yang biasa disebut dengan janur dan menggunakan keterampilan tertentu.
Meskipun pengganti nasi, ketupat bukanlah makanan utama yang dapat disajikan seperti nasi. Dalam pembuatan kulit ketupat diperlukan seni, kesabaran, dan keahlian khusus, agar dapat selesai dengan cepat dan hasil yang baik. Begitu pula untuk menjaga kepadatan dan dapat bertahan lama, ketupat perlu dimasak dengan penuh perhatian dan teknik yang baik dalam pembuatannya.
Ketupat memiliki berbagai makna dan filosofi, hal ini sesuai dengan makna-makna yang diajarkan oleh Sunan Kalijaga. Dalam bahasa Jawa ketupat disebut juga dengan kupat, kependekan dari ngaku lepat yaitu mengaku salah. Hal ini sejalan dengan budaya lebaran yang merupakan momen untuk saling bermaaf-maafan dan mengakui kesalahan dengan niat tulus, sehingga silaturahmi dapat terus dilaksanakan dengan baik.
Dilihat dari rupa anyaman kulitnya yang rumit dan saling tumpang tindih, ketupat melambangkan perjalanan manusia yang akan selalu diselingi kerumitan dan masalah, sehingga memungkinkan di dalamnya terjadi kesalahan-kesalahan yang terlihat ataupun tidak, disadari ataupun tidak.
Selain itu, tali yang tidak terputus dan bereratan satu sama lain tersebut menggambarkan pentingnya jalinan tali silaturahmi dalam kehidupan, agar nurani (janur) tidak mudah rusak, baik jalinan silaturahmi dengan keluarga, sanak saudara, orang-orang terdekat, dan juga orang yang berbeda status sosial dengan kita tanpa membedakan satu sama lain.
Daun kelapa muda yang digunakan untuk membungkus ketupat atau disebut juga dengan janur merupakan kependekan dari kata jatining nur yang berarti hati nurani. Selain itu, bahan ketupat yang terbuat dari beras merupakan perlambang kebutuhan hawa nafsu manusia, karena beras digunakan untuk mengisi perut.
Ketupat dan janur tersebut dapat difilosofikan sebagai hawa nafsu manusia yang terbungkus oleh hati nurani. Dalam hal ini terdapat pengendalian sifat manusia yang harusnya bisa selalu dimaafkan dan termaafkan karena masih adanya kontrol berupa hati nurani tersebut.
Jika melihat bentuknya, ketupat berbentuk persegi dengan empat sudut. Empat sudut itu sebagai perlambang dari arah mata angin yang menunjuk utara, selatan, timur, dan barat. Ke empat penjuru tersebut seolah-olah mengingatkan kepada kita bahwa di mana pun kita berada harus selalu mengingat arah. Maksudnya, arah yang bisa menunjukkan kita pada jalan kebenaran. Tuhan sesungguhnya ada di mana pun kita berada, pada setiap arah, sehingga kita pada dasarnya tidak akan pernah tersesat jika selalu menunjuk dan mengarah pada kiblat, dengan cara mendirikan solat.
Ketupat yang kemudian dibelah dan terlihat warna putih beras yang terdapat di dalamnya menjadi perlambang suci dan bersihnya hati manusia setelah saling memaafkan dan mengakui kesalahan dengan tulus. Terakhir, ketupat yang sempurna bentuknya, baik isi maupun jalinan janurnya, menjadi perlambang kesempurnaan manusia setelah menjalankan sebulan penuh puasa Ramadan ditambah dengan lambang bahwa manusia tersebut telah kembali dalam kesempurnaan fitrah bulan ramadan.
Tradisi ketupat yang diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga dengan berbagai filosofinya merupakan sebuah pelajaran berharga mengenai nilai-nilai kehidupan, terutama dalam menumbuhkan nilai-nilai Islam dan sosial. Nilai-nilai tersebut yaitu dengan menjalin silaturahmi melalui sifat saling berbagi tanpa melihat perbedaan sosial, hingga tercipta hubungan kemasyarakatan yang harmonis.
Ketupat Simbol Hidangan Kemenangan
Lebaran merupakan hari kemenangan bagi umat muslim di dunia setelah menjalankan ibadah puasa selama 1 bulan. Perayaan lebaran dilaksanakan pada 1 Syawal. Namun sebelum itu umat Islam wajib menjalankan ibadah puasa selama satu tiga puluh hari di bulan Ramadhan. Puasa berarti mengekang hawa nafsu untuk makan, minum dan berhubungan suami istri selama subuh sampai matahari terbenam atau magrib. Selain itu selama bulan Ramadhan diwajibkan umat Islam memperbanyak amalan ibadah.
Ketupat biasanya dihidangkan dengan sajian opor ayam yang semakin menambah citarasa lezat. Bagaimana tidak, setelah menahan lapar atau berpuasa selama 1 bulan, ketupat ibarat hidangan pamungkas atau hidangan kemenangan umat Islam. Lebaran tanpa hidangan ketupat akan terasa hambar. Istilahnya, bagai sayur tanpa garam.
Ketupat di Masyarakat Jawa
Salah satu masyarakat yang sangat mengenal ketupat adalah masyarakat Jawa. Masyarakat Jawa menyebut ketupat dengan nama "kupat". Ketupat merupakan salah satu jenis makanan yang terbuat dari beras dan dimasukkan ke dalam anyaman pucuk daun kelapa atau janur. Pucuk daun kelapa itu dianyam hingga berbentuk kantong.
Setelah dimasukkan ke dalam kantong, ketupat ditanak dan disajikan sebagai makanan pengganti nasi. Ketupat memiliki filosofi dan asal usul tentang budaya Timur, Indonesia. Sebagai karya budaya, ketupat berhubungan dengan sebuah karya yang menghasilkan bentuk beraneka ragam.
Filosofi Ketupat bagi Masyarakat Jawa
Selain sebagai sebuah karya, ketupat merupakan simbol yang memiliki makna dan pesan mengenai kebaikan. Berikut ini merupakan pesan atau filosofi ketupat bagi masyarakat Jawa.
1. Simbol Nafsu Dunia
Ketupat merupakan makanan yang terbuat dari beras dibungkus pucuk daun kelapa atau janur. Beras dianggap sebagai simbol nafsu dunia, sedangkan janur melambangkan hati nurani. Dengan demikian, ketupat memiliki makna nafsu dunia yang bisa ditutupi oleh hati nurani. Secara singkat, boleh dikatakan bahwa setiap manusia harus mampu mengendalikan diri, menutup nafsu dunia dengan hati nurani.
2. Mengakui Kesalahan
Menurut masyarakat Jawa, kupat berarti engaku lepati atau mengakui kesalahan. Mengakui kesalahan merupakan sebuah tindakan yang lazim dilakukan ketika lebaran atau 1 Syawal. Hal itu diimplentasikan dengan meminta maaf serta memaafkan kesalahan-kesalahan orang, seperti keluarga, teman-teman, dan tetangga.
3. Laku Papat
Ketupat sangat berkaitan erat dengan lebaran yang diadakan setiap 1 Syawal. Kupat dalam hal ini dapat diartikan sebagai empat tindakan atau elaku papati. Empat tindakan atau laku papat ini, meliputi lebaran, luberan, leburan, dan laburan. Lebaran berasal dari kata lebar yang berarti 'selesai'. Ini berarti bahwa 1 Syawal merupakan selesainya waktu puasa sehingga disebut lebaran.
Luberan berarti 'melimpah' bagaikan air dalam tempayan yang isinya melimpah. Hal ini merupakan simbol untuk bersedekah atau membagikan sebagian harta kepada fakir miskin dengan ikhlas. Leburan berarti 'habis' sehingga semua kesalahan atau dosa melebur dan lepas dengan saling memaafkan. Labur atau kapur merupakan bahan yang berguna untuk memutihkan dinding. Kapur merupakan simbol agar manusia selalu menjaga dan memelihara kebersihan diri lahir dan batin.
Jadi, setelah melaksanakan empat tindakan tersebut, manusia diharapkan selalu menjaga sikap serta tindakan yang baik dan tidak menyimpang dari anjuran agama. Perilaku baik dapat mencerminkan pribadi yang baik pula. Manusia juga dianjurkan untuk menjaga silaturahmi dengan bersedekah dan memaafkan kesalahan orang lain serta mau meminta maaf atas kesalahan.
Ketupat dari bingkai kuliner
Terlepas dari symbologi ketupat sebagai budaya Jawa. Mari kita mengula sejenak tentang ketupat dari bingkai kuliner. Karena bagaimana pun ketupat secara fungsional merupakan olahan makanan yang terbuat dari beras dan menjadi makanan utama masyarakat Indonesia.
Ternyata di Indonesia banyak sekali ragam masakan yang memerlukan ketupat sebagai pelengkapnya. Misalnya Tahu kupat kuliner khas Magelang, ketoprak makanan khas Betawi juga memakai ketupat, kupat Banjar dan lain sebagainya. Ini membuktikan bahwa orang Indonesia sangat tergantung dengan beras. Kupat merupakan bukti bahwa masyarakat Indonesia memiliki daya kreatifitas tinggi dalam menakar dan mengolah beras dalam berbagai varian.
Makna Filosofis Ketupat Lebaran
Ketupat lebaran memiliki makna filosofis. Dilihat dari segi anyaman, ketupat merupakan sebuah jalan hidup manusia yang penuh dengan permasalahan, penuh dengan liku-liku. Teksturnya bergelombang. Seperti halnya pola anyaman ketupat yang berseliweran satu sama lain, lapisan daun berselang-seling, terkadang lapisan daun berada di atas terkadang di bawah.
Begitupun dengan hidup manusia yang kadang berada dalam keadaan serba berkecukupan (di atas) terkadang kekurangan (di bawah). Juga bentuknya bergelombang pun memiliki makna bahwa kehidupan manusia selalu tidak berjalan mulus, yang artinya dapat pula terjerembab ke dalam sebuah kesalahan, dosa. Manusia sebagai makhluk yang senantiasa berada dalam kondisi lupa, dapat pula terjerat hal-hal yang mebgakibatkan penderitaan bagi dirinya. Namun, jika manusia dapat melaluinya dengan tekun, sabar, dan selalu mengingat Tuhan, maka akan memperoleh hasil yang baik dan indah sebagaimana bentuk ketupat ketika telah selesai dianyam.
Dari segi pilihan daun, yakni daun kelapa muda terdapat filosofis yang mendalam. Daun kelapa muda dipilih karena mudah dibentuk, masih lentur, dan memiliki kondisi yang masih baik untuk dijadikan pembungkus. Begitupun dengan manusia yang dapat dibentuk, diarahkan, dididik agar hidupnya selalu indah.
Selain itu, kekuatan manusia sebagai makhluk yang berakal memungkinkannya dapat memilah dan menentukan jalan yang baik bagi hidupnya, jalan yang lurus, yang sesuai dengan ajaran agama, yang diridoi Tuhan.
Pohon kelapa dipilih karena pohon kelapa merupakan pohon yang suci dan penuh daya guna. Dikatakan suci karena pohonnya begitu tinggi, berbatang lurus, dan memiliki buah yang airnya murni. Air buah kelapa terasa manis, namun bukan manis karena buatan. Manis pada air yang terkandung dalam buah kelapa adalah manis alami. Itulah sebabnya daun pohon kelapa dijadikan sebagai bahan utama dalam pembuatan ketupat lebaran. Hal tersebut merupakan lambang atas kesucian hati manusia ketika Idul Fitri.
Jika ketupat dibelah, terlihat warnanya yang putih yang melambangkan kembalinya manusia menjadi fitri, suci. Putih memang identik dengan suci, itulah sebabnya ketupat lebaran menjadi semacam “keharusan” selalu ada dalam hidangan Idul Fitri.
Bentuknya yang penuh, berisi, padat, dan indah melambangkan bahwa seorang muslim yang telah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa disertai berbagai ibadah lainnya akan memperoleh keindahan. Keindahan tersebut berupa keikhlasan hati dan keimanan yang terpelihara.
Dalam menjalan ibadah puasa, seorang muslim pun melakukan ibadah lainnya seperti zakat, sedekah, tadarus Al-Quran, tarawih, dan menjaga diri dari hal-hal yang membatalkan puasa. Hal tersebut merupakan lambang dari bentuk ketupat yang padat dan berisi. Sementara keindahan terproyeksikan dari sikap dan tutur kata seorang muslim.
Ketupat lebaran tak hanya sebagai makanan khas Idul Fitri semata. Lebih dari sekadar makanan khas, ketupat ini dapat menjadi lambang dari ketakwaan dan keimanan seorang muslim terhadap Tuhannya, Allah SWT. Ketupat lebaran merupakan sebuah tradisi budaya leluhur yang harus dimaknai dari segi filosofis, bukan sekadar diwariskan secara turun temurun sebagai sebuah kekayaan kuliner semata.
Tidak ada komentar: